Resensi Novel Puya ke Puya
Mengapa
Surga Diciptakan?
Oleh St. Nurhilmah Busrah
Judul Buku :
Uya ke Puya
Penulis :
Faisal Oddang
Penerbit :
KPG (Kepustakaan Populer Gramedia)
Cetakan :
I (pertama)
Tahun Terbit :
2015
Jumlah Halaman :
215
Faisal
Oddang lahir di Wajo, 18 September 1994. Tahun 2012 memulai pendidikannya di
jurusan Sastra Indonesia, Universitas Hasanuddin. Berbagai puisi, cerpen, esai,
dan novel telah ditulisnya. novel pertamanya Rain and Tears. Ia mendapat
penghargaan ASEAN Young Writerts Award 2014 dari Thailand, dan menjadi penulis
terbaik Kompas 2014.
Meskipun
Faisal Oddang masih sangat muda, kualitas tulisannya sangat profesional, sangat
mampu bersaing dengan karya-karya para pengarang yang telah mapan. Ia mampu
menggambarkan kebudayaan Toraja dengan sangat baik dan jelas. Kemampuannya
dalam bercerita sangat unik, simbol bintang dan kurung menjadi ciri khasnya
dalam pergantian sudut pandang.
Cerita ini berawal dari kematian Rante
Ralla, ketua adat Kampung Kete’ di tanah Toraja, yang memerlukan biaya sangat besar
untuk upacara mengantarkan mayat (rambu solo) ke alam tempat menemui
Tuhan (puya). Lahir
sebagai orang besar maka kematiannya juga harus diupacarakan
besar-besaran, dipotongkan puluhan kerbau dan ratusan ekor babi demi derajat.
Masalah bermula saat Allu
Ralla, putra satu-satunya menolak mengadakan upacara, dan menyarankan agar
ayahnya dimakamkan di Makassar. Ia
hanya memiliki tabungan untuk membiayai pemakaman sederhana. Tidak untuk mengupacarakan bangsawan.
Baginya,
kebudayaan hanya
produk manusia, itu hanya
itu hanya berjalan sesuai zaman. Jika sudah tidak baik lagi maka boleh
ditinggalkan. Rencana itu ditentang keluarga besar sehingga mayat
Rante Ralla belum juga diupacarakan.
Konflik lain
muncul dengan masuknya perusahaan tambang di Tanah Toraja yang ingin membeli
tanah warisan Rante Ralla yang dianggap mengganggu akses menuju tambang. Pihak
perusahaan bahkan telah membujuk Rante Ralla sejak dia masih hidup namun tetap tak akan menjualnya.
Setelah kepergian Rante Ralla, pengusaha
kembali membujuk keluarganya. Paman Marthen keluarganya, menyetujuinya dengan
alasan uang penjualan akan digunakan untuk membiayai upacara rambu solo.
Namun Allu Ralla menolaknya dengan tegas.
Tak kehilangan
akal, pihak perusahaan tambang yang bersekongkol dengan kepala desa, memasang
siasat dengan menyuruh Malena, anak kepala desa untuk merayu Allu Ralla agar
menikah. Allu Ralla sangat karena Malena adalah wanita yang ia suka sejak dulu.
Ia langsung mengabarkan ibunya, namun sang ibu melarang Allu menggelar rambu
tuka (upacara kesenangan/pernikahan) sebelum rambu solo dilakukan.
Tak ada jalan
lain bagi Allu Ralla, selain berusaha mengumpulkan uang untuk membiayai
pemakaman ayahnya dan pernikahannya nanti bagaimanapun jalannya. Walau dengan
mencuri mayat bayi dengan imbalan puluhan juta rupiah oleh pengusaha tambang.
Di Toraja, bayi yang meninggal dikuburkan dalam makam pada batang pohon yang
disebut passiliran. Saat galian tambang runtuh, masyarakat percaya bahwa
untuk menghentikannya adalah dengan menguburkan mayat bayi yang dianggap masih
suci di pusat tambang.
Diam-diam juga
menjual tanah warisan kepada pihak tambang. Akhirnya membuat Allu Ralla
menggelar upacara yang paling sempurna, rapasan sundun atau tingkat
pemakaman tertinggi.
Namun pada hari
upacara, pihak perusahaan datang dengan alat berat untuk meratakan tanah. Namun
secara hukum pihak Ralla kalah. Tina Ralla akhirnya membongkar rahasia besar
yang telah lama ia simpan bahwa Rante Ralla meninggal karena diracun Puhak
Tambang.
Terbongkarnya
rahasia memancing kemarahan keluarga dan warga Kampung Kete’. Mereka kemudian
membakar lokasi penambangan. Konflik antara warga dan pihak tambang pun tak
dapat dihidari.
Struktur
novel ini sangat unik. Dimensi alam, sudut pandang, dan latar yang berubah-ubah
setiap saat, mampu dituangkan penulis dengan pofesional. Budaya yang sangat
kental dituangkan dalam bentuk fiksi, dapat memberi informasi pada pembaca
tentang Toraja dan kentalnya budayanya serta tingginya junjungan padanya.
perbedaan pandangan dari dua generasi dan faktor pendukung lainnya yang tak
bisa dikira memberikan konflik yang mampu menggenggam emosi para pembaca.
Bahasa yang digunakan juga cocok untuk dipahami semua kalangan.
Namun penggambaran (watak dan karakter) tentang
bagaimana keaadaan tokoh yang berperan dalam novel tidak terlalu menjadi
perhatian bagi penulis sehingga pembaca hanya mengalir dalam alur konflik.
Namun menutup semua ketidaksempurnaan itu, dan melihat
berbagai keunikan-keunikan yang tertuang, novel ini memang sangat baik untuk
direkomendasikan pada para pembaca.
Komentar
Posting Komentar